logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊMenyikapi Dilema Polisi...
Iklan

Menyikapi Dilema Polisi Virtual

Kehadiran polisi virtual disambut terbuka, meski peran mereka di dunia maya belum banyak dipahami. Literasi digital tetap jadi pekerjaan rumah di tengah meningkatnya interaksi di media sosial yang rentan akan kejahatan

Oleh
Arita Nugraheni/Litbang Kompas
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/-CSWMKoCa7FiXiMCMiXqpZZxVnM=/1024x588/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F59b631e2-57ad-4cd8-9c25-23a57aea5ae7_jpg.jpg
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Tim siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali bersama satuan tugas anti kejahatan transnasional dan kejahatan terorganisasi Polda Bali menangkap dua orang warga negara Bulgaria terkait kasus kejahatan pencurian dan penggandaan data nasabah (skimming). Dalam jumpa pers di Polda Bali, Rabu (29/1/2020), ditunjukkan beberapa barang bukti terkait kasus skimming tersebut.

Perbincangan tentang polisi virtual muncul setelah pada 19 Februari 2021 Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Edaran Kapolri Nomor 2 Tahun 2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Melalui surat edaran ini, polisi virtual bertugas untuk memantau aktivitas warga di media sosial. Jika konten yang diunggah berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE), polisi virtual akan mengirimkan pesan langsung kepada pemilik akun berupa peringatan untuk menghapus konten. Dalam catatan Kompas, pada rentang waktu 23 Februari-11 Maret 2021, polisi virtual telah mengidentifikasi 125 konten yang diajukan untuk mendapat teguran.

Editor:
susanarita
Bagikan