Fleksibilitas Aturan Investasi Hulu Migas
Kelemahan sistem "cost recovery" menyebabkan pemerintah mengubah kebijakan. Regulasi yang menghambat investasi migas dipangkas dan Indonesia mengubah sistem kontrak "cost recovery" menjadi "gross split".
![https://cdn-assetd.kompas.id/2S9ZgcaUtIzVeSjZdg39Bcz08i8=/1024x682/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2FSiaga-COVID-19-PHE-ONWJ-Pastikan-Kegiatan-Operasi-Tetap-Berjalan-1_1586670985.jpeg](https://cdn-assetd.kompas.id/2S9ZgcaUtIzVeSjZdg39Bcz08i8=/1024x682/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2FSiaga-COVID-19-PHE-ONWJ-Pastikan-Kegiatan-Operasi-Tetap-Berjalan-1_1586670985.jpeg)
Kegiatan hulu migas PHE Offshore North West Java di laut lepas bagian utara Jawa Barat, 10 April 2020.
Mengubah aturan menjadi lebih fleksibel merupakan pilihan terbaik bagi pemerintah dan pengusaha agar sama-sama memperoleh manfaat dari sumber daya alam minyak serta gas yang dimiliki Indonesia.
Sejak Indonesia melakukan bisnis hulu migas tahun 1960-an, mekanisme product sharing contract (PSC) cost recovery selalu menjadi satu-satunya pilihan kerja sama dengan kontraktor hulu migas. PSC merupakan skema bagi hasil yang diperoleh masing-masing pihak setelah dikurangi biaya produksi yang dikeluarkan oleh investor dalam sebuah periode waktu.