Riset
Upaya Manusia dan Patogen Bertahan Hidup
Melihat pandemi-pandemi sebelumnya, tidak dimungkiri, penyakit menular selalu ada. Namun, manusia dengan akal budinya terus mampu mengembangkan pengobatan untuk mengatasi penyebaran infeksi patogen.
![https://assetd.kompas.id/0RXMKQN19ivB9qTbRhyPpdJOcP4=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2FVirus-Outbreak-South-Korea_88394277_1585224223.jpg](https://assetd.kompas.id/0RXMKQN19ivB9qTbRhyPpdJOcP4=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2FVirus-Outbreak-South-Korea_88394277_1585224223.jpg)
Aktivis lingkungan mengenakan topeng yang melambangkan virus korona menghadiri kampanye pencegahan penularan Covid-19 di Seoul, Korea Selatan, Kamis, (26/3/2020). Bagi kebanyakan orang, virus korona hanya menyebabkan gejala ringan atau sedang, seperti demam dan batuk.
Penyakit menular ada di sekitar kita. Ibarat bangunan alami, penyakit menular mengikat satu spesies dengan spesies lain dalam ekosistem yang sama.
Gambaran itulah yang dijelaskan David Quammen tentang patogen dan asal-usul pandemi manusia melalui bukunya, Spillover: Animal Infections and the Next Human Pandemic (2012). Quammen mengambil sudut pandang patogen sebagai organisme alami yang bertahan hidup, beradaptasi, dan memperbanyak diri untuk kelangsungan hidupnya.