logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊParadoks Penanganan Korupsi
Iklan

Paradoks Penanganan Korupsi

Oleh
IDA AYU GRHAMTIKA SAITYA
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/-JG--nV90LH2oovKAQ6A33hg0cI=/1024x602/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2F20180309AIC09.jpg
KOMPAS/ALIF ICHWAN

Barang Bukti OTT Kendari - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyaksikan gelar barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) Walikota Kendari di gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/3/2018). Barang bukti yang di tunjukkan oleh petugas KPK berupa uang sejumlah Rp2,8 miliar hasil sitaan KPK dalam kasus suap dari Hasmun Hamzah, pemilik PT Sarana Bangunan Nusantara, yang diberikan kepada Walikota Kendari, Adriatma Dwi Putra.

Meski Indeks Persepsi Korupsi Indonesia terus membaik selama lima tahun terakhir, tahun 2017 Indonesia peringkat ke-96 dari 180 negara, hal itu belum bisa disebut prestasi. Jumlah pengungkapan kasus korupsi terus meningkat, namun, modus dan jenis pelaku kian beragam. Kerugian negara pun tidak bisa ditutupi dari uang pengganti yang diputuskan pengadilan.

Perang terhadap korupsi telah dimulai sejak 1999 dengan terbitnya instrumen hukum pemberantasan korupsi. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai stimulus bagi lembaga pemberantasan korupsi lain untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Editor:
Bagikan