Politik Global Berubah
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan politik global yang ditandai dengan munculnya kecenderungan negara-negara untuk "melihat ke dalam" dan pergeseran persekutuan akan menimbulkan tantangan bagi Indonesia. Indonesia dituntut lebih mandiri dan siap menghadapi perubahan global. Globalisasi yang semula diprediksi memunculkan persatuan negara-negara dalam bentuk regionalisme kini menghadapi penguatan populisme politik di sejumlah negara yang berbarengan dengan munculnya paradoks globalisasi. Warga Inggris melalui referendum memilih keluar Uni Eropa, sedangkan Amerika Serikat akan memprioritaskan masalah domestik."Terjadi kebalikan dari apa yang diperkirakan ketika globalisasi terjadi. Ini terjadi pada saat bersamaan dengan fenomena dunia yang bergerak dengan cepat dan dinamis untuk mengubah persekutuan antarnegara," kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo dalam jumpa pers menjelaskan kegiatan Jakarta Geopolitical Forum, Rabu (17/5). Agus mencontohkan perubahan relasi antarnegara itu antara lain AS yang kini mulai dekat dengan China. Sementara itu, tetap ada potensi konflik di kawasan Asia yang juga harus ditangani dengan hati-hati agar tidak menjadi lepas kendali, seperti di Semenanjung Korea. Agus mengingatkan agar Indonesia harus mengantisipasi tantangan atau juga peluang yang muncul di tengah perubahan dunia itu dengan mencoba lebih mandiri. "Pemahaman geopolitik akan memberi manfaat untuk memberi makna atas hubungan antarnegara. Dengan memahami kondisi hubungan antarnegara, bisa mengantisipasi hal-hal yang diperlukan dalam cara pandang bangsa kita ke depan," kata Agus. Forum geopolitik Agus menyampaikan kegiatan Forum Geopolitik Jakarta pada 18-20 Mei mengusung tema "Geopolitics in a Changing World". Forum itu akan menghadirkan pembicara dari sejumlah negara, seperti Australia, Inggris, Amerika Serikat, China, Rusia, Singapura, Mesir, dan Turki. Seminar-seminar dalam forum itu akan membahas beberapa topik dalam perspektif geopolitik, yakni perdamaian dan keamanan global, pembangunan ekonomi global, serta isu sosial dan kemanusiaan, seperti keamanan manusia, terorisme, radikalisme, serta migrasi dan pengungsi.Terkait dengan isu pengungsi, misalnya, Ketua Panitia Forum Geopolitik Jakarta Rosita S Noer menuturkan, panitia mengundang pembicara dari Turki agar bisa mengambil pelajaran dalam menangani isu pengungsi. Turki punya karakteristik hampir sama, menjadi negara transit pengungsi. "Kami ingin belajar bagaimana menata hal-hal yang terjadi saat menerima pengungsi tanpa harus merusak tekad kita sebagai bangsa untuk bisa menduduki posisi sesuai dengan kepentingan kita," katanya. (GAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 4 dengan judul "Politik Global Berubah".
Baca Epaper Kompas