logo Kompas.id
โ€บ
Politik & Hukumโ€บSetelah 28 Tahun, Menanti...
Iklan

Setelah 28 Tahun, Menanti Titik Terang Tragedi Kudatuli

Bagi PDI-P, peristiwa Kudatuli pada 28 tahun memenuhi syarat formil dan materiil pelanggaran HAM berat.

Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
ยท 1 menit baca
Sastrawan Amien Kamiel membacakan puisi karya Widji Thukul yang berjudul Penguasa, Tujuan Kita Satu Ibu, Sikap, dan Sajak Suara saat peringatan 28 tahun 'Kerusuhan 27 Juli' (Kudatuli) di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu (27/7/2024).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN (HAS)

Sastrawan Amien Kamiel membacakan puisi karya Widji Thukul yang berjudul Penguasa, Tujuan Kita Satu Ibu, Sikap, dan Sajak Suara saat peringatan 28 tahun 'Kerusuhan 27 Juli' (Kudatuli) di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu (27/7/2024).

Jajaran pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P menaburkan bunga di kompleks Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta, Sabtu (27/7/2024). Tepat 28 tahun lalu, gedung milik kantor partai berlambang banteng moncong putih itu menjadi saksi bisu Kerusuhan 27 Juli atau Kudatuli yang juga dijuluki Sabtu Kelabu itu. Para korban dan keluarganya masih terus menanti kejelasan.

Alunan musik dari lagu โ€Gugur Bungaโ€ ciptaan Ismail Marzuki mengiringi para pengurus PDI-P menabur bunga mawar merah dan putih. Suasana duka tampak pada wajah Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan jajaran Ketua DPP PDI-P Ribka Tjiptaning, Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, Eriko Sotarduga, Yasonna Laoly, serta Wiryanti Sukamdani.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan