logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊAroma Kepentingan Politik di...
Iklan

Aroma Kepentingan Politik di Balik Pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta

Sejumlah anggota Baleg DPR menduga ada aroma politik di balik kesepakatan RUU DKJ.

Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
Β· 1 menit baca
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bernicang bersama anggota Komisi II DPR RI sebelum memulai rapat bersama dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bernicang bersama anggota Komisi II DPR RI sebelum memulai rapat bersama dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Tak lama setelah rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) dibuka di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (18/3/2024), pemerintah tiba-tiba memberikan usulan baru mengenai mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Pemerintah mengusulkan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih tak harus memenuhi syarat meraih suara 50 persen plus satu seperti saat Jakarta masih bersatus ibu kota negara, tetapi cukup meraih suara terbanyak.

Sejak awal, pemerintah memang menginginkan gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta dipilih secara langsung, bukan diangkat oleh Presiden seperti usulan dalam draf RUU DKJ buatan DPR. Saat rapat panja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro kemudian mengusulkan klausul tambahan, calon gubernur dan wakil gubernur cukup meraih suara terbanyak untuk memenangi pilkada.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan