logo Kompas.id
Politik & HukumImplementasi Kebebasan Sipil...
Iklan

Kebebasan Berpendapat

Implementasi Kebebasan Sipil Masih Lemah

Masyarakat sipil memandang instrumen hukum dipakai untuk menyerang masyarakat, institusi, dan media yang kritis terhadap pemerintah. Kondisi ini membuat kelompok sipil tertekan untuk berpendapat secara kritis.

Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
· 0 menit baca
Mural tentang kebebasan berpendapat tergambar di sebuah dinding di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, RAbu (16/6/2021). Usulan rumusan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dibuat pemerintah dinilai belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Bahkan, beberapa usulan tersebut dinilai semakin mengancam kebebasan berpendapat yang mendorong kemunduran demokrasi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Mural tentang kebebasan berpendapat tergambar di sebuah dinding di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, RAbu (16/6/2021). Usulan rumusan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dibuat pemerintah dinilai belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Bahkan, beberapa usulan tersebut dinilai semakin mengancam kebebasan berpendapat yang mendorong kemunduran demokrasi.

JAKARTA, KOMPAS — Meskipun kebebasan sipil dijamin secara konstitusional, dalam praktiknya masih lemah karena terdapat sejumlah pembatasan, terutama pembatasan terhadap kebebasan untuk berpendapat di ruang publik. Menjelang Pemilu 2024, masyarakat pun diajak memilih calon pemimpin yang dapat menjamin kebebasan sipil.

Peneliti Hukum dan Keamanan Department Politik dan Perubahan Sosial CSIS Jakarta, Nicky Fahrizal, mengatakan, terdapat tanda-tanda otokrasi model baru, yaitu tirani berputar (spin dictatorship) dalam pemerintahan Indonesia. ”Salah satu cirinya adalah menggunakan instrumen hukum atau proses hukum yang sah untuk menekan kelompok oposisi atau kelompok kritis,” ujar Nicky.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Artikel Terkait
Belum ada artikel
Iklan
Memuat data...