logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊNegara Diminta Menulis Ulang...
Iklan

Negara Diminta Menulis Ulang Sejarah

Kalangan sejarawan hingga aktivis HAM menilai upaya nonyudisial bagi korban pelanggaran HAM berat oleh pemerintah harus diikuti penulisan ulang sejarah RI. Tanpa itu, penggelapan kebenaran masih berlangsung.

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
Β· 1 menit baca
Sejumlah ahli sejarah, pegiat dan aktivis hak asasi manusia, pengajar, budayawan, di Jakarta, Selasa (29/8/2023), menyerukan dilakukannya penulisan ulang sejarah RI, khususnya terkait peristiwa 1965 dan dimasukkannya ke dalam sejarah resmi nasional kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Seruan tersebut antara lain dilakukan oleh mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman (dua dari kiri), Direktur Amnesty International Usman Hamid, sejarawan Asvi Warman Adam (dua dari kiri), dan lainnya.
SUSANA RITA KUMALASANTI

Sejumlah ahli sejarah, pegiat dan aktivis hak asasi manusia, pengajar, budayawan, di Jakarta, Selasa (29/8/2023), menyerukan dilakukannya penulisan ulang sejarah RI, khususnya terkait peristiwa 1965 dan dimasukkannya ke dalam sejarah resmi nasional kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu. Seruan tersebut antara lain dilakukan oleh mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman (dua dari kiri), Direktur Amnesty International Usman Hamid, sejarawan Asvi Warman Adam (dua dari kiri), dan lainnya.

JAKARTA, KOMPAS β€” Sejumlah sejarawan, pendidik, aktivis, dan pegiat hak asasi manusia meminta negara untuk menulis ulang sejarah resmi negeri ini tanpa menutupi adanya kekerasan politik di masa lalu dan penyimpangan kekuasaan negara. Kebenaran atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu perlu diungkapkan dan hal tersebut menjadi tanggung jawab konstitusional pemerintah untuk melakukannya.

Selain itu, penulisan ulang sejarah merupakan salah satu rekomendasi dari tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang dibentuk oleh pemerintah.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan