logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊIntuisi Politisi dan...
Iklan

Intuisi Politisi dan Kecerdasan Buatan dalam Kontestasi

Caleg yang maju untuk DPR dituntut mengembangkan strategi. Survei elektabilitas, contohnya, digunakan untuk menarget kelompok masyarakat yang bisa datangkan suara. Jika salah memetakan, tak ayal bisa meleset.

Oleh
IQBAL BASYARI
Β· 1 menit baca
Warga melintas di depan poster caleg yang masih terpasang di salah satu sudut Kota Tangerang, Banten, Minggu (27/4/2014). Keberadaan poster caleg seusai pencoblosan itu hanya menambah poster sampah politik di sudut-sudut kota.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Warga melintas di depan poster caleg yang masih terpasang di salah satu sudut Kota Tangerang, Banten, Minggu (27/4/2014). Keberadaan poster caleg seusai pencoblosan itu hanya menambah poster sampah politik di sudut-sudut kota.

  • Survei awal itu digunakan sebagai basis menentukan pemilih potensial dan isu yang ditawarkan kepada konstituen.
  • Mahadata sangat diperlukan dalam memenangkan kontestasi. Terlebih bagi caleg muda dan pendatang baru dengan dana kampanye yang terbatas.
  • Penggunaan kecerdasan buatan dalam kampanye bisa membuat ketergantungan caleg kepada parpol menurun. Sebab suplai data dan informasi dari parpol digantikan oleh teknologi.

Popularitas tak bisa dijadikan satu-satunya sandaran bagi calon anggota legislatif atau caleg untuk mendulang suara di pemilihan umum. Kenyataan itu dihadapi Muhammad Farhan, pesohor yang kini duduk di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. Hingga pada praktiknya ia harus mengembangkan strategi dengan melakukan pemetaan agar kelompok masyarakat yang dipilih tepat sasaran sehingga bisa mendatangkan suara.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan