logo Kompas.id
Politik & Hukum”Request” Keistimewaan di...
Iklan

”Request” Keistimewaan di Negeri Surga Koruptor

Sudah semestinya semua pihak menghindari area rawan korupsi, bukan malah meminta pengecualian agar tidak terkena OTT. Sebab, citra institusi rusak karena perbuatan korupsi penegak hukum dan kepala daerahnya, bukan OTT.

Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/JBWVOBJLlBOiRKue8LFba8x-B_E=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2Fce6380b0-c390-44db-91d1-27125420a0ed_jpg.jpg
Kompas/Hendra A Setyawan

Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (kedua dari kiri) tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (22/9/2021). Andi Merya Nur bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kolaka Timur Anzarullah dan empat orang lainnya terjerat operasi tangkap tangan penyidik KPK dengan barang bukti berujpa sejumlah uang yang diduga terkait suap dana bantuan.

Ratusan operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi merefleksikan Indonesia belum bebas dari kelancungan para koruptor. Alih-alih berubah dan berjuang agar tidak jatuh pada jurang korupsi, sejumlah politikus justru memohon kepada KPK agar ada panggilan terlebih dahulu sebelum ditangkap, serta ada pengistimewaan bagi penegak hukum lain.

Sekitar 16 tahun yang lalu, KPK memberikan kejutan pertama dalam penindakan kasus korupsi. Saat itu, KPK berhasil menangkap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mulyana Wira Kusuma, yang mencoba menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Khairiansyah Salman. Kasus ini sekaligus mengungkap praktik korupsi di tubuh KPU, yang menyeret Ketua KPU Nazarudin Syamsudin dan Sekretaris Jenderal KPU Sussongko Suhardjo.

Editor:
Madina Nusrat
Bagikan