logo Kompas.id
โ€บ
Politik & Hukumโ€บPara Penghuni Penjara yang...
Iklan

Para Penghuni Penjara yang Terlupakan di Masa Pandemi

Kelebihan kapasitas penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan sudah menjadi persoalan sejak lama. Tak hanya berpotensi menimbulkan kerusuhan, kondisi itu juga bisa memicu penularan penyakit, termasuk Covid-19.

Oleh
Susana Rita Kumalasanti
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/fgoQyOPju7juShY3KBmfISSbPdw=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F05%2F78531974_1558023888.jpg
KOMPAS/NIKSON SINAGA

Petugas berusaha mengendalikan kondisi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Kamis (16/5/2019). Kerusuhan terjadi setelah sipir diduga memukul napi yang dituduh menyimpan sabu.

Cerita mengenai penjara yang penuh sesak atau overcrowded bukan merupakan hal baru di republik ini. Persoalan kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara sudah terjadi di awal tahun 2000-an. Berulang kali masalah tersebut dibahas di dalam rapat-rapat parlemen dengan mitra kerjanya, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Namun, realitasnya, hingga saat ini masalah kelebihan penghuni di penjara belum juga terurai. Masih bisa dijumpai sel berukuran 3 meter x 5 meter yang idealnya hanya diisi tiga tahanan atau narapidana, tetapi harus dihuni oleh 20 orang. Alhasil, tidur pun harus dilakukan secara bergantian. Padahal, standar hunian sebuah sel seperti ditentukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah luas kamar dibagi 5,4. Artinya, jika luas kamar sel 15 meter persegi, idealnya sel tersebut hanya diisi tiga orang.

Editor:
Anita Yossihara
Bagikan