logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊHak Orang Asli Papua Dinilai...
Iklan

Hak Orang Asli Papua Dinilai Diabaikan dalam Pemekaran Daerah

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, revisi pasal pemekaran memungkinkan pemerintah melakukan pemekaran tanpa persetujuan MRP dan DPRP. Karena itu, pengesahan UU diminta ditunda.

Oleh
IQBAL BASYARI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/mKvbLX3833-5dcjzmIftxRhO-0o=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2Ffc388d9b-1358-40bd-891a-7e1f043213d7_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa bertegur sapa dengan anggota DPD, Yorrys Raweyai (kanan), saat akan mengikuti rapat kerja Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/2021). Rapat akan membahas kebijakan dan situasi pertahanan dan keamanan serta perencanaan pembangunan di tanah Papua selama pelaksanaan otonomi khusus.

JAKARTA, KOMPAS β€” Aturan mengenai pemekaran daerah di Papua dinilai mengabaikan hak orang asli Papua. Pasalnya, revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dinilai mengakibatkan peran Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua semakin dihilangkan. Hal ini dikhawatirkan memicu konflik dan mempersempit ruang dialog masyarakat.

Berdasarkan draf final Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang disetujui pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, Pasal 76 yang mengatur tentang pemekaran telah diubah. Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang awalnya terdiri atas satu ayat kini bertambah menjadi lima ayat. Pasal 76 merupakan satu dari tiga pasal revisi usulan pemerintah, selain Pasal 1 tentang ketentuan umum dan Pasal 34 tentang dana otsus.

Editor:
Suhartono
Bagikan