logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊMembaca Strategi Peperangan...
Iklan

Membaca Strategi Peperangan Bawah Laut China

Posisi Kawasan Asia-Pasifik menjadi semakin penting. Situasinya kini bahkan memanas. Salah satu wilayah yang diperebutkan adalah bawah laut yang strategis secara militer.

Oleh
Edna C Pattisina
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/0SjMqIZ0tmnLCZ5RJ-DB_6iMb2E=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F05%2F78193924_1556897009.jpg
REUTERS

Kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir kelas Jin Tipe 094A milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terlihat dalam peragaan militer di Laut China Selatan, 12 April 2018. Laporan tahunan Pentagon yang dirilis, Kamis (2/5/ 2019), menyebutkan aktivitas China ke arah penguatan kehadiran militer, termasuk pengerahan kapal selam, di kawasan Arktika.

Sejak jaman kolonial, laut adalah media untuk memperluas kekuasaan dan pengaruh. Tidak heran, China memfokuskan diri membangun kekuatan armada lautnya. Menurut laporan tahunan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat kepada Kongres tahun 2020, Angkatan Laut China (People\'s Liberation Army Navy) kini adalah yang terbesar di dunia. AL China memiliki 350 kapal perang, sementara AS hanya 293 kapal. Dari sisi kualitas, teknologi dan kemampuan kapal-kapal China berkembang pesat dalam waktu singkat.

Walau ada saling ketergantungan ekonomi, AS tidak ingin membiarkan China bangkit. Kedua raksasa ini saling berebut pengaruh. Sementara AS berupaya memupuk relasi dengan mitra-mitra tradisionalnya, China punya cara yang lebih efektif yaitu membeli. Sebagai contoh, tahun 2015, China membeli fasilitas di Pelabuhan Darwin, Australia. China juga membangun pelabuhan di Vanuatu, sebuah negara di Pasifik yang sering berseberangan dengan Indonesia soal Papua. Demikian juga di Malaka dan Kaledonia Baru dan pelabuhan laut dalam di Timor Leste.

Editor:
susanarita
Bagikan