logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊJalan Terjal Aktivisme...
Iklan

Jalan Terjal Aktivisme Nir-Kekerasan

Aktivisme nir-kekerasan seharusnya menjadi jalan untuk mengawal demokrasi. Terlebih di tengah pandemi Covid-19. Namun, tak mudah untuk membuatnya efektif. Sejumlah syarat mesti terpenuhi. Setumpuk tantangan menghadang.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/EnAFRHSEraIPZgtE-QY_2TfNupY=/1024x669/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2Fb66cac00-1b10-4525-a41a-e1f3245dd5d5_jpg.jpg
Kompas/Raditya Helabumi

Beragam sepatu diletakan di depan gerbang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dalam aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Aktivisme nir-kekerasan seharusnya menjadi jalan untuk mengawal demokrasi daripada unjuk rasa yang kerap berujung kekerasan, seperti terlihat beberapa tahun terakhir. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, cara itu meminimalisasi risiko tertular Covid-19. Namun, tak mudah untuk membuatnya efektif. Sejumlah syarat mesti terpenuhi. Setumpuk tantangan menghadang.

Kajian terbaru dari Pusat Kajian Internasional (Institute of International Studies/IIS) Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada mungkin bisa menjadi alternatif model aktivisme nir-kekerasan. Melalui proyek pangkalan data ”Damai Pangkal Damai (DPD)” yang diluncurkan Senin (22/2/2021), IIS UGM mencoba mengampanyekan aksi nir-kekerasan. Ada beberapa contoh aksi nir-kekerasan di Indonesia dan dunia selama masa pandemi yang bisa menjadi inspirasi.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan