logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊMenghitung Sainte Lague dan...
Iklan

Menghitung Sainte Lague dan Implikasinya

Oleh
Antony Lee
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/y1Goai3ILN5pL4AWFFikWZxNyLA=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F08%2F20180803_ENGLISH-HAL-6-TAJUK-C_web-1.jpg
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman (keempat kiri) bersama pimpinan KPU lainnya serta Anggota Badan Pengawas Pemilu, Mochammad Afifuddin (kiri) saat Rapat Koordinasi Mekanisme Pencalonan dan Pemeriksaan Kesehatan Bakal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden di kantor KPU, Jakarta, Jumat (3/8/2018). Rapat itu diikuti oleh perwakilan partai politik. Pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan calon wakil presiden akan dibuka mulai hari ini hingga 10 Agustus 2018 nanti.

Pemilu 2019, selain baru dari sisi keserentakan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden, juga mengatur beberapa hal baru, termasuk di antaranya memperkenalkan Sainte Lague sebagai mekanisme penghitungan alokasi kursi. Seperti apa metode ini, dan apa implikasi perubahan metode hitung Bilangan Pembagi Pemilih menjadi Sainte Lague?

Pada pemilihan terdahulu, Indonesia menggunakan metode Kuota Hare atau Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif yang menjadi basis penyelenggaraan Pemilu 2014, disebutkan alokasi kursi dihitung dengan menetapkan jumlah suara sah, lalu membangi suara sah dengan alokasi kursi untuk mendapat BPP. Setelah itu, baru kemudian jumlah suara sah dibandingkan dengan BPP.

Editor:
Bagikan