logo Kompas.id
Politik & HukumDemokrasi dan Hak Asasi...
Iklan

Demokrasi dan Hak Asasi Perempuan

Oleh
Ayu Pratiwi
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/4QyHnnYFhHFSCLsSLlDxlv4YekM=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2FWhatsApp-Image-2018-05-20-at-22.14.07.jpeg
KOMPAS/AYU PRATIWI

Acara konferensi pers tentang ”Refleksi 20 Tahun Reformasi, Keterlibatan Perempuan, dan Demokrasi Pasca 1998” di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018).

JAKARTA, KOMPAS — Semangat reformasi 1998 tidak sebatas melawan kediktatoran Soeharto, tetapi juga membangun budaya politik baru yang berdasarkan etika kepedulian, empati, dan solidaritas agar seluruh masyarakat bisa tumbuh bersama secara egaliter. Setelah 20 tahun menerapkan sistem demokrasi, kondisi Indonesia kini dihadapkan pada ideologi patriarki, intoleransi, ketidaksetaraan, dan kelompok radikal.

”Dua puluh tahun tahun setelah reformasi, demokrasi memang ada, tetapi demokrasi yang direduksi sebagai demokrasi elektoral (pilkada, pilpres, dan pileg). Padahal, demokrasi itu tentang value dan gagasan. Itu belum ada di Indonesia,” kata Ani Sucipto, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, di kantor Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018).

Editor:
Bagikan