Krematorium, Jalan Damai Menuju Nirwana
Ngaben di Bali sesungguhnya juga mengandung sisi-sisi dramatisasi, etika, dan estetika sesuai dengan tuntutan zaman.
Kata ”krematorium” pernah memicu keresahan bersambung dalam masyarakat Bali. Tahun 1990-an, ketika kata itu dilontarkan oleh tokoh Bali, mendiang Anak Agung Made Djelantik, segera saja terjadi polemik. Perdebatan sengit tidak hanya terjadi di media massa, tetapi merembet sampai ke banjar-banjar, serta forum-forum tidak resmi dalam masyarakat.
Sampai dekade pertama tahun 2000-an, orang Bali terbelah dua ketika ”hanya” mendengar kata ”krematorium”. Kata turunan dari kata ”kremasi”, sebuah kata ”modern” dari kata ”tradisional” ngaben itu, dianggap menjadi hantu yang menakutkan. Kelompok pertama, kaum tradisional mitis, percaya kepada mitos bahwa pendirian krematorium ibarat mendoakan orang-orang untuk mati. Krematorium seperti wadah yang memanggil-manggil orang untuk cepat mati. Selain itu, krematorium perlahan-lahan akan mengikis adat istiadat Bali yang kental akan budaya gotong royong dan kolektif.