Perguruan Tinggi
Kampus (Tak) Masa Bodoh
Kampus harus menemukan cara untuk tetap berperan sebagai agen perubahan sosial, sambil memenuhi tuntutan pragmatis.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F10%2F09%2F924a6e1f-8acd-4059-a073-10d5b8fe736a_jpg.jpg)
Ilustrasi
Tulisan Fathul Wahid berjudul ”Kampus Masa Bodoh” di harian Kompas pada 23 September 2024 menyoroti apatisme kampus di Indonesia dan hilangnya suara kritis di tengah berbagai persoalan kenegaraan. Fathul Wahid mencontohkan betapa sedikit elemen kampus dan masyarakat sipil turun ke jalan menolak revisi Undang-Undang Pilkada beberapa waktu lalu.
Tidak seperti era 1960 dan 1998, para insan kampus menjadi motor gerakan perubahan sosial di masyarakat. Kini, kampus tidak lagi menjadi pusat kritik, apalagi menjadi kontrol kebijakan pemerintah karena, menurut Wahid, suara insan akademik telah dikendalikan melalui ketergantungan kepada negara untuk pemenuhan biaya operasional, pembangunan sarana, dan prasarana.