logo Kompas.id
Opini”Fa-fi-fu Was-wes-wos”
Iklan

”Fa-fi-fu Was-wes-wos”

”Fa-fi-fu was-wes-wos” diidentikkan dengan omong kosong meski ia merupakan implikasi logis dari kegagalan komunikasi.

Oleh
AHMAD HAMIDI
· 0 menit baca
<i>Fa-fi-fu was-wes-wos </i>merupakan kritik terhadap cara mengungkapkan gagasan.
SUPRIYANTO

Fa-fi-fu was-wes-wos merupakan kritik terhadap cara mengungkapkan gagasan.

Bahasa Indonesia tak asing dengan konsep onomatope. Kata-kata seperti gong (onomatope besi yang dipukul), dangdut (onomatope ketukan gendang), dan kempis (onomatope angin yang keluar dari lubang kecil) merupakan produk budaya berdasarkan cerapan indra pendengaran manusia Indonesia pada lingkungannya untuk melambangkan alat musik, genre musik, dan kondisi tanpa angin pada ban.

Selain membutuhkan kepekaan merespons realitas, onomatope merupakan manifestasi kreativitas berbahasa. Pada tiap zaman, gairah berkreasi dalam berbahasa senantiasa memancar dari anak muda—kaum tua biasanya sibuk mencibir cara berbahasa mereka. Anak muda bergembira bersama bahasa dan, dalam kacamata yang positif, membuatnya jadi berwarna.

Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan