logo Kompas.id
›
Opini›Dilema Gula untuk Anak
Iklan

Catatan Iptek

Dilema Gula untuk Anak

Wajar anak suka makanan-minuman manis. Gula termasuk nutrisi yang dibutuhkan. Namun, tak mudah mengontrol konsumsi gula.

Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
· 1 menit baca
Papan indikator berat ideal dan konsultasi gizi menjadi layanan salah satu stan dalam Festival Gizi 2017 di halaman Balai Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, awal November 2017. Pesan kampanye tentang pentingnya gizi diharapkan terus disosialisasikan mengingat banyaknya bahan makanan instan yang semakin jauh dari kebutuhan gizi, terutama anak-anak.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Papan indikator berat ideal dan konsultasi gizi menjadi layanan salah satu stan dalam Festival Gizi 2017 di halaman Balai Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, awal November 2017. Pesan kampanye tentang pentingnya gizi diharapkan terus disosialisasikan mengingat banyaknya bahan makanan instan yang semakin jauh dari kebutuhan gizi, terutama anak-anak.

Lonjakan kasus cuci darah pada anak menjadi alarm adanya kesalahan dalam mengatur diet anak. Ada kesenjangan besar antara pengetahuan, praktik hidup sehat, dan kebijakan negara. Pemerintah perlu lebih progresif mengatur konsumsi gula masyarakat dengan mengendalikan persoalan hulu, yaitu pola asuh orangtua dan industri pangan olahan.

Evolusi sistem pengecap membuat manusia menyukai makanan kaya energi yang umumnya manis dan menolak bahan pangan berpotensi racun yang biasanya berasa pahit. Kesukaan terhadap rasa manis itu adalah bawaan lahir yang membuat bayi suka air susu ibu (ASI) atau buah-buahan manis dan tidak suka sayur yang cenderung pahit.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 8 dengan judul "Dilema Gula untuk Anak".

Baca Epaper Kompas
Memuat data...
Memuat data...
Memuat data...