logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊDilema Menjala Narkoba
Iklan

Dilema Menjala Narkoba

Penyalahgunaan zat inhalan di posisi keenam zat terbanyak disalahgunakan, tetapi belum dapat dijerat secara hukum.

Oleh
MUHAMMAD HATTA
Β· 0 menit baca
Obat keras jenis tramadol dan hexymer yang disita Polresta Serang, Kota di Banten, pada Mei 2022. Obat keras yang seharusya dibeli berdasarkan resep dokter justru dijual secara bebas dan ilegal.
DOKUMENTASI POLRESTA SERANG KOTA

Obat keras jenis tramadol dan hexymer yang disita Polresta Serang, Kota di Banten, pada Mei 2022. Obat keras yang seharusya dibeli berdasarkan resep dokter justru dijual secara bebas dan ilegal.

Beberapa waktu lalu khalayak dikejutkan kasus banyak warga di satu desa di Karawang, Jawa Barat, yang kecanduan tramadol, salah satu jenis obat keras. Uniknya, tatkala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang mengadakan tes urine massal, semua terduga penyalah guna dinyatakan negatif (Kompas, 15/8/2023).

Berdasarkan efek obat selaku opiat alike, tramadol memberikan efek serupa penyalah guna turunan opium, seperti morfin dan heroin. Namun, karena berupa turunan sintetis, ia tak bereaksi terhadap tes urine narkoba standar yang hanya mengidentifikasi enam parameter, yaitu THC (ganja), MOP (morfin), MET (sabu), AMP (ekstasi), BZD (pil koplo), dan COC (kokain). Padahal, survei Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menggandeng Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menempatkan tramadol di posisi kelima narkoba terbanyak yang disalahgunakan generasi muda kita (BNN, 2021).

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan