Ambiguitas Privasi dan Persoalan ”Homo Digitalis”
Dalam dunia ”homo digitalis”, informasi pribadi seseorang yang tersimpan di basis data komputer sering kali di luar kendali orang tersebut.
Dalam era digital yang sarat dengan kemajuan teknologi ini, sering kali manusia diasumsikan sebagai homo digitalis atau manusia yang hidupnya serba terkoneksi dalam jaringan maya. Homo digitalis tentu saja tidak sekadar terkait apakah ia menggunakan gawai atau tidak, tetapi ini juga menyangkut eksistensinya dalam aktivitas digital, seperti posting, chatting, subscribe, follow, like, comment, dan sebagainya. Melalui tindakan-tindakan ini, kita dapat berbagi informasi dan menunjukkan eksistensi kita.
Martin Heidegger, filsuf Jerman, pernah mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berada di dunia In-der-Welt-sein. Tampaknya, sekarang istilah tersebut harus dibaca sebagai In-der-www-sein. Konsep Welt atau dunia dalam filsafat Heidegger memiliki peran sebagai media bagi dasein (kesadaran manusia) untuk memproyeksikan dirinya. Namun, dalam era digital, konsep itu telah bertransisi menjadi ”berada di dalam” entitas-entitas digital, seperti Tiktok, Youtube, X (dulu Twitter), Instagram, dan lain sebagainya yang menjadi habitatnya kini.