logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊEkonomi dan Krisis Demokrasi
Iklan

Ekonomi dan Krisis Demokrasi

Demokrasi adalah sebuah fondasi bagi peradaban manusia. Jika demokrasi dikerdilkan, arti negara maju justru bisa sirna.

Oleh
AGUSTINUS PRASETYANTOKO, REKTOR UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA JAKARTA
Β· 1 menit baca
Gus Wahyu Salfana (dari kiri), Erry Riyana Hardjapamekas, Lukman Hakim Saifuddin, Arif, Goenawan Mohamad, Omi Komaria Madjid dan Antonius Benny Susetyo hadir dalam pertemuan untuk membahas berbagai persoalan kebangsaan dan demokrasi di Warung Makan Prau Kuno, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11/2023).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Gus Wahyu Salfana (dari kiri), Erry Riyana Hardjapamekas, Lukman Hakim Saifuddin, Arif, Goenawan Mohamad, Omi Komaria Madjid dan Antonius Benny Susetyo hadir dalam pertemuan untuk membahas berbagai persoalan kebangsaan dan demokrasi di Warung Makan Prau Kuno, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11/2023).

Tahun depan, sekitar 2 miliar orang atau hampir separuh penghuni dunia akan mengikuti proses pemilihan umum (pemilu) yang tersebar di 76 negara. Momen ini seharusnya menjadi pesta demokrasi terbesar dalam sejarah manusia.

Namun faktanya, banyak cacat dalam pelaksanaannya. Meski prosedur dijalankan, terjadi berbagai manipulasi dan tekanan, sehingga kualitas demokrasi tak terjaga (flawed democracy). Begitu prediksi The World Ahead 2024 terbitan majalah The Economist.

Editor:
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Bagikan