logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊSindrom Senin
Iklan

Sindrom Senin

Solusi paling efektif dan praktis terhadap sindrom Senin adalah meminimalkan perubahan dalam siklus tidur-bangun antara hari kerja dan akhir pekan.

Oleh
AGUSTINE DWIPUTRI
Β· 1 menit baca
Jajaran pegawai Pemerintah Kota Palembang memberikan salam seusai mengikuti apel pagi di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Hari pertama memulai kerja setelah libur akhir pekan bagi sebagian pekerja dirasa sangat berat. Itu dinamakan sindrom Senin.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Jajaran pegawai Pemerintah Kota Palembang memberikan salam seusai mengikuti apel pagi di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). Hari pertama memulai kerja setelah libur akhir pekan bagi sebagian pekerja dirasa sangat berat. Itu dinamakan sindrom Senin.

Beberapa pegawai memperbincangkan mengenai beratnya menghadapi hari Senin sebagai awal mulai bekerja lagi, mulai dari kelelahan dan tak bertenaga meskipun telah beristirahat di akhir pekan hingga stres, gelisah, dan rasa sedih. Apakah mereka hanya mengada-ada dengan menyebutnya sebagai sindrom hari Senin, mari kita cermati uraian berikut ini.

John Webb (2021), ahli dalam kedokteran kerja, menjelaskan bahwa sindrom Senin mengacu pada kelelahan, pusing, dada sesak, kehilangan nafsu makan, nyeri tubuh, kurang fokus, dan gejala lain saat bangun di hari Senin. Salah satu alasan di balik sindrom ini mungkin adalah kembali ke pekerjaan yang tidak disukai setelah akhir pekan yang menyenangkan. Jadi, kembali melakukan pekerjaan yang tidak disukai setiap minggunya dapat menyebabkan stres, depresi, dan mudah tersinggung sekaligus mengurangi kreativitas dan produktivitas.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan