logo Kompas.id
OpiniMarwah Politik NU
Iklan

Surat Pembaca

Marwah Politik NU

Sebagai ormas berbasis keagamaan dengan jumlah pengikut terbanyak, suara warga NU menjadi komoditas politik yang diperebutkan setiap ajang pemilu. PBNU jangan terseret arus atau tergoda iming-iming politik praktis.

Oleh
M NADZIRUMMUBIN
· 1 menit baca
Bendera NU dan bendera merah putih dibawa anggota Fatayat NU saat mengikuti Karnaval Nusantara dalam rangka Satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Alun-alun Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Bendera NU dan bendera merah putih dibawa anggota Fatayat NU saat mengikuti Karnaval Nusantara dalam rangka Satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Alun-alun Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023).

Tulisan Gus Ulil, ”Politik Nahdlatul Ulama” (Kompas, 7/9/2023) menjelaskan sikap PBNU secara kelembagaan ”netral” atau tidak akan cawe- cawe dalam sikap dukung-mendukung calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. Namun, realitas dinamika politik yang terjadi di tubuh NU belakangan ini berkata sebaliknya.

Sangat disayangkan apabila sikap netral kelembagaan yang seharusnya menjadi kesadaran dan tanggung jawab bersama para pengurus struktural NU (jam’iyah) harus tercederai dengan tindak laku dan ucapan yang kontraproduktif. Jejak digital telah merekam beberapa pernyataan/tanggapan pengurus NU yang mengundang kegaduhan di kalangan warga NU (jamaah).

Editor:
YOHANES KRISNAWAN
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 7 dengan judul "Marwah Politik NU".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Memuat data...
Memuat data...