logo Kompas.id
›
Opini›Koalisi dan soal Loyalitas
Iklan

Koalisi dan soal Loyalitas

Ideologi bukanlah alasan koalisi antarpartai lahir. Akibatnya, semua pakta, kontrak, atau perjanjian tertulis antarpartai dalam koalisi tidak akan pernah bisa dianggap sebagai sesuatu yang mengikat.

Oleh
RENDY PAHRUN WADIPALAPA
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/yoZTqSTn18SNmJaPRuT_i1s5G3M=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F10%2F0d4b8907-3370-4934-b8fa-e7494e42c2e4_jpg.jpg

Peristiwa perpindahan partai-partai dari satu koalisi politik ke koalisi seberang menjelang pemilihan presiden menyisakan pertanyaan penting. Soalnya bukan pertama-tama ada pada ’loyalitas’, melainkan jauh lebih dalam, tetapi jarang secara terus terang diangkat: bagaimana mungkin sebuah koalisi yang stabil dapat terbentuk pada konteks politik oligarkis di mana kompetisi pemilu didasarkan kepada patronisme elite ketimbang alasan-alasan kesamaan ideologis?

Bagaimana kita bisa menyoal ’loyalitas’ anggota koalisi ketika yang ditawarkan di sana semata-mata adalah siapa mendapat posisi apa, berapa jatah menteri atau pos wakil presiden, sambil mengabaikan tujuan-tujuan dan visi kebijakan ke depan untuk dieksekusi bersama?

Editor:
Bagikan