logo Kompas.id
›
Opini›Seni yang Mati dalam Tragedi...
Iklan

Seni yang Mati dalam Tragedi Mei 1998

Ratusan karya seni rupa hancur dan musnah akibat kerusuhan Mei 1998. Setelah 25 tahun berselang, cerita tentang ketidakberadaban itu patut diingat dan diambil sebagai pelajaran.

Oleh
AGUS DERMAWAN T
· 0 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/TTxGa9We84dvck4XGYLjAQPDTm4=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F23%2Fa10671e9-502a-41d5-8cb8-66e105304cc4_jpg.jpg

Gerakan reformasi 1998 yang bertujuan menggulingkan Orde Baru dan kekuasaan Presiden Soeharto harus selalu dikenang. Kini peristiwa dahsyat yang terjadi menjelang tengah tahun 1998 itu dan berpuncak pada medio Mei sudah menyentuh tahun ke-25. Sejumlah perayaan pengingat lantas diselenggarakan.

Perayaan itu, di antaranya, berupa pameran fotografi dan seni rupa (lukisan, sketsa, dan drawing) yang digelar di sejumlah kota. Semangat puluhan ribu mahasiswa untuk melakukan perubahan, diungkap kembali. Rekaman kebrutalan tentara ketika menghadapi mahasiswa, dihadirkan sebagai kenangan menyakitkan. Tentu termasuk keliaran ribuan massa—sebagai penumpang gelap reformasi—yang menjarah, merusak, dan membakar apa saja.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan