logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊZakat, Pencucian Uang, dan...
Iklan

Zakat, Pencucian Uang, dan Kemiskinan

Harta yang diperoleh dari praktik pencucian uang selamanya tidak akan pernah tersucikan dengan hanya membayar zakat. Sebab, agama bukanlah sebagai pensucian terhadap segala praktik haram yang telah dilarang agama.

Oleh
MAKSUN
Β· 0 menit baca
Registrasi pembayaran zakat fitrah di Masjid Jami Atthoharoh, Sawah Lama, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (16/5/2020). Pembayaran zakat fitrah sebagai pelaksanaan salah satu rukun Islam mulai meningkat.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Registrasi pembayaran zakat fitrah di Masjid Jami Atthoharoh, Sawah Lama, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (16/5/2020). Pembayaran zakat fitrah sebagai pelaksanaan salah satu rukun Islam mulai meningkat.

Sudah menjadi semacam konvensi, di setiap bulan Ramadan umat Islam diserukan membayar zakat (fitrah dan mal) yang diperuntukkan bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Menariknya, seruan itu kini berbarengan dengan dugaan kuat transaksi pencucian uang (money laundering) jumbo di Kementerian Keuangan sebesar Rp 349 triliun. Jumlah yang sangat fantastis, hampir sama dengan potensi zakat di Indonesia yang kini menembus angka hampir Rp 400 triliun.

Secara normatif-teologis, Islam memang mewajibkan kepada kalangan yang mampu (aghniya-muzakki) untuk peduli dan membantu sesamanya yang kekurangan (fuqara-mustahiq) melalui kosep zakat. Ini sekaligus menunjukkan keseriusan doktrin Islam terhadap upaya penciptaan keadilan sosial melalui ritual zakat. Secara aktual, keadilan sosial (social justice) dapat diwujudkan dengan menciptakan tatanan sosial yang bebas dari praktik haram, seperti korupsi (termasuk pencucian uang) dan jauh dari penyakit kemiskinan.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan