logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMenjemput Kematian yang Agung
Iklan

Menjemput Kematian yang Agung

Kami berpikir dan mengada karena leluhur yang berpikir dan mengada. Engkau berpikir dan kemudian mengada, karena aku berpikir dan mengada.

Oleh
PUTU FAJAR ARCANA
Β· 1 menit baca
Putu Fajar Arcana, wartawan harian <i>Kompas </i>1994-2022.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Putu Fajar Arcana, wartawan harian Kompas 1994-2022.

Malam tiba-tiba seperti mati. Lampu-lampu dipadamkan. Seluruh keluarga bersiap melepas kepergian Ni Ketut Kalih (81), bibi kami yang meninggal sebelum hari raya Nyepi. Jenazahnya sempat dititipkan di peti pendingin Rumah Sakit Umum Daerah Jembrana. Bibi meninggal karena komplikasi berbagai penyakit di dalam tubuhnya. Ia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Malam itu, kami semua keluarga sedang melakukan ritual pralina, sebuah ritus melepaskan kepergian si mati untuk berpindah dunia. Bibi akan hidup di dunia para roh dan menyandang sebutan baru sebagai pitra, menjalani silsilah sebagai leluhur.

Di sela-sela gelap malam Ratu Peranda (pendeta) melantunkan tembang pelepasan roh:

Editor:
SARIE FEBRIANE
Bagikan