”Kowe”, ”Maneh”, dan ”Kamu”
Pemakaian kata ”maneh” oleh seorang guru kepada Ridwan Kamil dalam media sosial dianggap tak pantas. Urusan kepantasan itu masuk dalam wilayah rasa bahasa karena berkaitan dengan etika dan estetika secara konvensional.
Saya punya seorang sahabat yang berasal dari Jawa Timur. Usianya beberapa tahun lebih tua daripada saya. Suatu waktu, kami mengobrol melalui Blackberry Messenger. Percakapan itu sudah lama terjadi, tetapi masih membekas pada benak saya.
Di tengah percakapan—karena merasa berada dalam situasi akrab—saya menggunakan kata kowe sambil bergurau. Sungguh, saya tidak menduga reaksinya. Dia marah. ”Kamu tahu apa arti kowe? Hati-hati, kamu bicara!” Terasa sekali kemarahannya. Biasanya dia memanggil saya dengan sebutan kang sebagai bentuk rasa hormatnya, tetapi tidak pada saat itu. Tentu saja, saya segera meminta maaf.