Surat Pembaca
Merawat Indonesia
Membaca Kompas berarti memasuki gerbang pesemaian nilai kemanusiaan, toleransi, etika berbahasa, penghormatan atas perbedaan, dan apresiasi atas kekayaan etnik dan budaya. Kita belajar mengelola perbedaan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F23%2F81b49816-e67d-48d2-9d54-0837e6bf9031_jpeg.jpg)
Sejumlah siswa SMP menghadiri Apel Nusantara Bersatu "Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia Kita Bersama" di Lapangan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (30/11). Hadir sejumlah tokoh antara lain Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kapolda Jateng, Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Jaswandi, Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Condro Kirono, dan Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya. Mereka menyerukan pentingnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kompas/Aditya Putra Perdana (DIT) 30-11-2016
Salah satu pendiri Kompas, Jakob Oetama, mengatakan bahwa Kompas adalah āIndonesia Kecilā dengan keterikatan intens terhadap āIndonesia Besarā.
Tapak intelektualisme Kompas menegaskan bahwa sejarah adalah titian Jakob Oetama, P Swantoro, dan PK Ojong merajut Indonesia Kecil bernama Kompas. Ini menjadi basis āmembacaā jejak sejarah Indonesia Besar.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Baca Epaper Kompas