logo Kompas.id
OpiniK3 dan Perlindungan Tenaga...
Iklan

K3 dan Perlindungan Tenaga Kerja

Perlindungan atas hak keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja di Indonesia hanya bergantung kepada komitmen atau “niatan baik” pemberi kerja. K3 belum menjadi hak dasar yang didapatkan setiap pekerja.

Oleh
FAJRUL FALAKH
· 1 menit baca
Dengan kondisi alat keselamatan kerja yang minim, buruh bangunan bergelantungan pada tiang penyangga (<i>steger</i>) dari bambu untuk pengecatan dinding sebuah pusat perbelanjaan baru di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (14/5/2020). Pekerja dengan risiko pekerjaan tinggi sudah selayaknya mendapatkan perlindungan kerja yang memadai.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Dengan kondisi alat keselamatan kerja yang minim, buruh bangunan bergelantungan pada tiang penyangga (steger) dari bambu untuk pengecatan dinding sebuah pusat perbelanjaan baru di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (14/5/2020). Pekerja dengan risiko pekerjaan tinggi sudah selayaknya mendapatkan perlindungan kerja yang memadai.

Sejarah mencatat, isu terkait keselamatan dan kesehatan kerja (K3) telah ada sejak pergolakan gerakan buruh pada Revolusi Industri di Eropa. Ketika buruh membentuk serikat pekerja dan mulai menuntut kondisi kerja yang lebih baik, K3 menjadi salah satu yang terangkat pada isu-isu ketenagakerjaan.

Pada abad ke-18, seorang tokoh di bidang kedokteran industrial, Bernardino Ramazzini, memublikasikan buku bertajuk Penyakit-penyakit pada Pekerja. Buku yang kemudian semakin menimbulkan kesadaran kolektif bersama, bahwa Era Industrialisasi (Modern Industrialization) turut serta menghadirkan risiko yang dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, bahkan hingga hilangnya nyawa manusia di tempat kerja.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan