ANALISIS BUDAYA
Pembaruan Islam
Gejala sosial keagamaan dari Islamic Turn (William Liddle 1990), Conservative Turn (Martin van Bruinessen 2013), Populist Turn (NKRI bersyariah, Pancasila bertauhid) hingga Traditionalist Turn (Wasisto Raharjo Jati 2022)
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F11%2F23%2F6736c96a-0c74-42cd-b4c7-c66d3e61634d_jpg.jpg)
Ahmad Najib Burhani
Beberapa waktu lalu Ikatan Alumni UIN Jakarta mengadakan dialog kebangsaan dengan tema āMengembalikan UIN Jakarta sebagai Kampus Pembaharu Islam di Indonesiaā. Tema ini penting dan menarik karena isu pembaharuan Islam seperti menghilang dari wacana publik dalam beberapa dekade belakangan ini dan digantikan dengan isu Islam politik, diskriminasi keagamaan, radikalisme, dan bahkan terorisme.
Tahun 1980-an, UIN Jakarta merupakan episentrum dari gagasan-gagasan Islam yang segar dan inovasi sosial dalam hal keagamaan. Ketika menjadi rektor (1973-1984), Harun Nasution, di antaranya dengan buku Teologi Islam, mempromosikan pemikiran Islam rasional dari Muātazilah. Nurcholish Madjid tentu saja menjadi gong terbesar dalam wacana pembaharuan Islam itu dengan berbagai pemikirannya, seperti gagasan sekularisasi yang di antaranya diejawantahkan dalam slogan āIslam, Yes; Partai Islam, Noā. Buku-buku yang diterbitkan kampus ini juga menjadi inspirasi dan referensi utama dari berbagai Perguruan Tinggi Agama Islam di seluruh tanah air. Inilah di antaranya yang menjadi daya tarik bagi siswa-siswi dari sejumlah daerah untuk pergi ke Jakarta dan kuliah di āKampus Pembaharuā tersebut.