logo Kompas.id
OpiniHak Berpendapat dan Media...
Iklan

Hak Berpendapat dan Media ”Radikal”

Membelokkan narasi ke arah hak asasi manusia seringkali menjadi cara untuk penguatan argumen dari aktivitas gerakan ekstrem. Namun negara punya kewenangan dan legitimasi dalam membatasi hak asasi ini.

Oleh
ARINDRA KARAMOY
· 1 menit baca
Supriyanto
Supriyanto

Supriyanto

Mengutip Kompas.id (29/12/2021) dalam artikel Radikalisasi Melalui Internet Semakin Menguat, bahwa sejak Januari hingga Desember 2021 lebih dari 600 situs atau akun yang berpotensi radikal telah diidentifikasi Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT) untuk kemudian dihapus melalui kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Situs yang dihapus itu berisi konten propaganda dengan rincian informasi serangan (409), anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (147), anti-Pancasila (85), intoleran (7), dan takfiri (2). Selain itu, juga terdapat konten mengenai pendanaan dan pelatihan terorisme.

Pada tahun 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun merilis keterangan pers tentang pemblokiran konten internet yang memuat radikalisme dan terorisme sebanyak 11.803 konten mulai dari tahun 2009 sampai tahun 2019. Konten-konten tersebut ada di berbagai platform, seperti Youtube, Twitter, Instagram, Facebook, ataupun Telegram.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan