logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บTantangan NU Pasca Muktamar
Iklan

Tantangan NU Pasca Muktamar

Setelah kelar menggelar Muktamar Ke-34, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf menghadapi banyak tantangan. Paling dekat, mengelola potensi politik warga Nahdliyin, pada pemilu 2024.

Oleh
Redaksi
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ySKbv_QBctwHZPwjpvG6-5UTW3Q=/1024x684/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2FWapres-Amin-di-penutupan-Muktamar-ke-34-NU-24-Desember-2021_1640368691.jpeg
BPMI - SETWAPRES

Wakil Presiden Ma'ruf Amin (tengah) bersama Ketua Umum PBNU periode 2021-2026 KH Yahya Cholil Staquf (kiri) dan Rais Aam PBNU 2021-2026 KH Miftachul Akhyar pada penutupan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung, Jumat (24/12/2021).

Sempat maju-mundur di tengah pandemi Covid-19, Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Bandar Lampung akhirnya berjalan lancar, 22-24 Desember 2021. KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2021-2026 dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai ketua umum tanfidziyah, menggantikan KH Said Aqil Siroj. Tanggung jawab menanti organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia ini, terutama menghadapi pusaran sosial politik nasional dan global.

Didirikan tahun 1926, organisasi ini berpengalaman mengarungi ombak politik. Pada Orde Lama, NU menjadi bagian dari Masyumi, lantas memisahkan diri menjadi partai politik. Pada awal Orde Baru, NU pernah bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan, kemudian menarik diri dan kembali ke khitah. Saat Reformasi 1998, para tokoh ormas ini mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa.

Editor:
Ilham Khoiri
Bagikan