logo Kompas.id
OpiniHari Sejarah Nasional
Iklan

Hari Sejarah Nasional

Dalam rangka menyambut Hari Sejarah Nasional, diperlukan kesadaran baru bahwa sejarah Indonesia di masa depan harus memberikan pemahaman yang meyakinkan kepada generasi milenial.

Oleh
ANDI SUWIRTA
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/qRY82hwmpg5LaWb-EmIa4hAuc98=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2F5773903e-e026-41e6-80fd-94acda30c6cb_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Pengunjung melintasi relief sejarah pengibaran bendera Merah Putih di Irian Barat di salah satu sudut Kompleks Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/4/2021). Monumen yang diresmikan Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1963 tersebut dibangun untuk mengenang para pejuang Trikora dan masyarakat Irian Barat yang memilih menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Para sejarawan dan pendidik sejarah di Indonesia tampaknya akan berusaha agar tanggal 14-18 Desember dijadikan sebagai Hari Sejarah Nasional. Pada tahun 2021 ini, Hari Sejarah Nasional ditandai berbagai kegiatan sarasehan dengan mengambil tema ”Sejarawan di Ruang Publik: Refleksi tentang Pengajaran, Penelitian, dan Penulisan Sejarah”.

Hari Sejarah Nasional adalah usaha untuk mengenang peristiwa Seminar Sejarah Nasional I di Yogyakarta pada 14-18 Desember 1957. Setelah Indonesia merdeka pada 1945 dirasa perlu untuk membuat wacana baru tentang sejarah Indonesia yang nasional-sentris sebagai lawan dan/atau perubahan paradigma dari kolonial-sentris. Sejalan dengan cita-cita pemerintah, dalam hal ini Presiden Soekarno, untuk melakukan nation and character building pada tahun 1950-an, para sejarawan dan pendidik sejarah sepakat melakukan kajian, penelitian, penulisan, dan pendidikan sejarah yang berorientasikan Indonesia-sentris.

Editor:
Yovita Arika
Bagikan