”Harapan” dalam Karya Sastra
Di dalam karya sastra tak sedikit penulis yang piawai menelusuri lorong-lorong jiwa manusia hingga yang paling gelap. Namun, si tokoh dalam karya sastra boleh depresi dan nyaris putus asa, tetapi penulisnya tidak.
Sekian tahun yang lalu, saya membaca satu berita singkat tentang peristiwa tragis yang tak terlupakan. Di restoran pada sebuah mal mewah, satu keluarga sedang makan malam. Sepintas lalu tidak ada yang dramatis di meja itu. Kemudian, anak perempuan mereka pamit ke toilet. Lama ditunggu, hingga neneknya gelisah, ia tak juga muncul. Yang datang malah kabar duka lewat kegemparan di teras gedung: anak perempuan itu telah tewas akibat jatuh dari tempat parkir mobil di lantai ke sekian.
Dari penggalian polisi disimpulkan motif bunuh diri anak perempuan itu akibat depresi, jauh-jauh kuliah di luar negeri, setelah lulus susah mendapatkan pekerjaan. Tekanan keluarga menjadi faktor utama, padahal mereka bukan kalangan tak mampu. Sejumlah kasus bunuh diri tampak ironis karena problem yang menjerat pelaku kadang kala ”ciptaannya sendiri” atau dibuat-buat oleh lingkungan terdekatnya, misalnya demi status sosial.