Radikalisme
Harta, Takhta, dan Agama
Konservatisme, fanatisme, dan militansi agama yang dulu pernah terjadi di Arab Saudi itu kini merambah dan menjangkit Indonesia. Pemerintah dan masyarakat harus waspada dan bersikap tegas melawannya.

Heryunanto
Di kalangan masyarakat Indonesia sangat populer ungkapan ”harta, takhta, dan wanita”. Tiga hal ini dianggap sebagai faktor yang, jika tidak waspada, bisa membahayakan dan menghancurkan karier dan reputasi seseorang (khususnya pria).
Umat beragama juga ikut-ikutan menambahkan bahwa ketiga hal itu bisa berpotensi ”menghancurkan iman”. Harta mengacu pada konsep kekayaan, sedangkan takhta adalah jabatan atau kekuasaan. Harta dan takhta sebetulnya bukan sesuatu yang buruk, negatif, dan berbahaya. Bahkan sebaliknya, keduanya bisa dijadikan sarana untuk memakmurkan dan menyejahterakan umat manusia. Semua tergantung bagaimana kita memandang dan memfungsikan harta dan takhta tersebut.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "Harta, Takhta, dan Agama".
Baca Epaper Kompas