logo Kompas.id
OpiniMimpi tentang Indonesia
Iklan

Mimpi tentang Indonesia

Tajamnya pragmatisme politik telah menggerus beberapa nilai kebajikan. Setelah 76 tahun lalu kemerdekaan diraih, bangsa majemuk ini perlu menemukan kembali faktor pemersatu.

Oleh
Budiman Tanuredjo
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/JOw7vliHHR7SL9wHHMZ3Bry5rcs=/1024x1214/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2F20190118iam-bdm_1547801486-e1582964965583.jpg
KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Karikatur Budiman Tanuredjo

Bulan Juni 2021, saya kembali bertemu dengan aktivis  muda Muhammadiyah, Sukidi. Pertemuan berlangsung di  Bentara Budaya Jakarta. Di ruang terbuka, kami minum kopi. Saya menawari makan bakmi Jawa, tetapi Sukidi aktivis asal Desa Tanon Sragen itu, sudah makan siang. Kami bicara ngalor-ngidul soal situasi negeri ini.

Setelah sempat ngobrol melalui kanal Youtube ”Back to Bdm” di harian Kompas, beberapa waktu lalu, Sukidi, doktor lulusan Harvard University, itu mengungkapkan keprihatinannya soal beberapa nilai-nilai kebajikan yang kian tergerus di arus deras tajamnya polarisasi dan pragmatisme politik.  ”Mimpi soal Indonesia masa depan sebenarnya terus dibangun,” ujar pengagum Soekarno dan Barack Obama.

Editor:
Madina Nusrat
Bagikan