logo Kompas.id
โ€บ
Opiniโ€บTumpukan Tradisi dalam Buku...
Iklan

Tumpukan Tradisi dalam Buku Bekas

Lukisan-lukisan klasik dan tradisi Bali telah lama menjadi bukti bahwa warisan leluhur tidak cuma bertumbuh sebagai modal pengembangan industri pariwisata, tetapi juga membawa perangkat sistem nilai.

Oleh
Putu Fajar Arcana
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/VEb4jN0NSW2namTseYHTSg1ybII=/1024x1167/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2FCAN_1565170607-e1583251049886.jpg
Kompas

Putu Fajar Arcana, wartawan senior โ€Kompasโ€

Lukisan tradisi Bali itu seperti buku bekas. Sampulnya boleh usang, tetapi isinya berupa tumpukan pengetahuan, yang bahkan pernah mengisi kepala orang-orang pintar dari generasi ke generasi. I Wayan Pendet (81), I Made Kartika (60), dan I Wayan Mardiana (52) sudah puluhan tahun menjadi pelukis. Gambarnya selalu dimulai dari ngorten (membuat sketsa) dan kemudian melalui tahapan-tahapan yang rumit agar menjadi lukisan yang utuh dan selesai.

Sore sudah hampir rebah ketika I Made Kartika bengong di depan lukisannya yang besar. Pohon maja di halaman tengah Museum ARMA Ubud mengembuskan angin sampai ke Bale Bengong. Anak Agung Rai, pemilik ARMA, sedang berbincang dengan pelukis (kontemporer) Putu Wirantawan di sebuah bangku panjang, tak jauh dari Bale Bengong.

Editor:
sariefebriane
Bagikan