Jurus Gerhana Aminudin TH Siregar (Tanggapan untuk Aminudin TH Siregar)
Orang-orang seni rupa perlu menyayangi Bung Besar—dan semua warisan estetik serta politiknya—dengan cara yang lebih pintar. Affandi bukan skolar, tapi dia biasanya pintar “ngetes” selera orang.
Bung Aminudin yang baik, terima kasih untuk kiriman esaimu. Sesudah bingung menyimak karanganmu, saya berterima kasih juga karena kebingungan telah membuat saya membaca lagi risalah yang Bung kutip (Joebaar Ajoeb, Gerhana Seni Rupa Modern Indonesia, TePLOK Press, 2004). Bung takjub dengan ”gerhana”-nya Ajoeb (1926-1996), dan saya tahu itu adalah kekeliruan pertama Bung. Bung takjub karena agaknya cuma membaca alinea pertama buku ”Sekjen LEKRA” itu.
Bung gemar bikin daftar masalah yang sudah berulang-ulang disemburkan orang di mana-mana. Institusi-institusi seni rupa kita, wacana yang dibangunnya, standar ”ke-ilmiah-an”-nya, lukisan-lukisan palsu, dan belakangan webinar-webinar orang ”berduit”, yang semua itu Bung bilang, ”gagal paham seni rupa bangsa”. Bung membicarakan ”gerhana” melulu dengan cara yang juga menggerhana. Jurus gelap-gelapan ini mengingatkan saya pada kritikus kita dulu yang menyetarakan habis-habisan materi kritik dengan cara mengritik. Kalau materi kritiknya tidak bermutu, tidak akan lahir pula kritik seni yang berbobot, sesumbar sang kritikus. Saya ingat, Bung bilang, ”seni rupa kita krisis scholar”, sosok itu absen merumuskan masalah. Bung mesti berhenti ngedumel melulu….