logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊTarget Inflasi Pascapandemi
Iklan

Target Inflasi Pascapandemi

Majalah The Economist akhir 2020 ingatkan risiko inflasi pascapandemi, di tengah trennya yang rendah secara global. Penundaan konsumsi dan tingginya uang beredar saat pandemi bisa mendorong inflasi saat ekonomi pulih.

Oleh
SYACHMAN PERDYMER
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/WnGb9TFWRRBWL_jXse1_EfxvwTk=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F06192a2e-6f7f-4660-8aec-5b2c3328ac2b_jpg.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang di Pasar Tebet Timur, Jakarta, melayani pelanggannya yang hendak membeli cabai rawit yang harganya telah mencapai Rp 120 ribu per kilogram, Senin (1/3/2021). Mereka mengaku kesulitan menjual cabai rawit yang harganya telah tembus Rp 100.000 per kg sejak tiga hari yang lalu tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik, kenaikan harga cabai rawit menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi pada Februari 2021 sebesar 0,1 persen.

Pemerintah pada Februari lalu telah mengumumkan target inflasi tiga tahun ke depan, yaitu 3 persen plus/minus 1 persen di 2022 dan 2023, serta 2,5 persen plus/minus 1 persen di 2024. Target tersebut lebih tinggi daripada inflasi 2020. Tren inflasi pascapandemi ini menarik untuk dicermati.

Target inflasi memiliki dua makna penting dalam pengelolaan makroekonomi. Pertama, target itu akan mengarahkan ekspektasi inflasi dari pelaku ekonomi. Ekspektasi ini memengaruhi keputusan pelaku ekonomi sehingga berdampak pada keseimbangan penawaran dan permintaan (harga). Kedua, target itu menjadi sasaran kebijakan moneter dengan berbagai instrumennya.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan