logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊPerlu Ada Strategi Perdagangan
Iklan

Perlu Ada Strategi Perdagangan

Pemerintah memutuskan mengimpor beras, gula, garam, serta daging sapi dan kerbau meskipun berulang kali menargetkan akan berswasembada.

Oleh
Redaksi
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/HcIY4ENmrLokSUNy4tPnvsu0J-I=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F49b7ff02-7c60-4bb2-87e5-71649fffcd93_jpg.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Buruh beristirahat di sela-sela waktu mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/3/2021). Pemerintah memutuskan bakal mengimpor 1 juta ton beras tahun ini untuk menjaga stok beras pemerintah. Padahal, per 4 Maret 2021, stok total beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 870.421 ton. Sebanyak 842.651 ton di antaranya merupakan stok kewajiban pelayanan publik dan sisanya merupakan beras komersial.

Pemerintah beralasan, impor beras dilakukan guna memenuhi cadangan beras pemerintah dan Bulog. Rencana impor gula naik tahun ini sebagai barter ekspor sawit ke India. Garam diimpor karena produksi garam industri lokal tidak mencukupi.

Impor dan ekspor adalah praktik lumrah di tengah globalisasi yang ditandai, antara lain, oleh perdagangan bebas dan terbuka. Nusantara terbiasa berdagang dengan luar negeri sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada era kolonial, ekspor hasil perkebunan selalu surplus. Kita bahkan pernah menjadi pengekspor gula terbesar di dunia. Indonesia juga menjadi anggota  Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mengimpor menjadi konsekuensi dari kita mengekspor.

Editor:
adiprinantyo
Bagikan