logo Kompas.id
OpiniMenjaga Altruisme Intrinsik...
Iklan

Menjaga Altruisme Intrinsik Terus Bertumbuh

Zaman yang sarat kekerasan dan kebencian ini memanggil manusia untuk bertekun mendidikkan, mencontohkan, dan mewujudnyatakan altruisme intinsiknya sendiri, melebihi ketekunan dalam berdagang, dalam menumpuk harta benda.

Oleh
LIMAS SUTANTO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/aJA1PFEevRm49oTjFkH_JoZi8X8=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2F9441fcc1-76e5-4dee-9c60-1583dbdc4ccd_jpeg.jpg
ARSIP SIBAT JOYOSURAN

Sejumlah warga mengambil bahan makanan yang digantungkan di depan rumah warga di Kelurahan Joyosuran, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Bahan makanan yang digantungkan itu bebas diambil oleh warga yang membutuhkan. Aktivitas ini merupakan bagian dari program Jemuran Berbagi yang diinisiasi relawan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat) Kelurahan Joyosuran. (01-01-2021) KREDIT FOTO: ARSIP SIBAT JOYOSURAN

Dalam media sosial dapat terjadi penghancuran dan pemusnahan salah satu “sifat luhur bawaan” manusia, yang dalam karya tulis Michael Tomasello, 2009, Why We Cooperate, disebut “altruisme intrinsik”, kebaikan tanpa syarat imbalan, dari seorang manusia bagi liyan, yang sudah dengan sendirinya ada dan mengejawantah sejak masa bayi. Kebaikan manusiawi ini bersifat universal pada anak, tidak diciptakan melalui budaya maupun pelatihan sosialisasi oleh orangtua, setidaknya hingga insan belia berusia tiga tahun.

Walaupun karakter universal kemudian berubah menjadi “khas budaya”, culture-specific, yakni sejak akhir tahun ketiga kehidupan manusia, tetapi altruisme tetap banyak menandai perilaku insani, karena banyak pula budaya di dunia yang menjunjungnya sebagai sebuah nilai, keluhuran, yang perlu.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan