logo Kompas.id
OpiniPenyiaran Warga dan Disrupsi...
Iklan

Penyiaran Warga dan Disrupsi Penyiaran Konvensional

Dalam persaingan di dunia digital untuk merebut perhatian khalayak, kuncinya adalah relevansi dan kepercayaan. Hanya mereka yang relevan atau memenuhi kebutuhan dan selera khalayak dan dipercaya yang akan menang.

Oleh
YOHANES WIDODO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/d6HCDnchjtDS93G_EBir83FPB5g=/1024x575/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F598093d0-1cab-40ca-8232-29ad6a052e0d_jpeg.jpg
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI

Konferensi pers dari platform ”streaming” musik Joox dilaksanakan secara daring, Rabu (16/9/2020). Joox melakukan kampanye #KataHati yang mengajak kaum muda untuk berlatih kesadaran diri (”mindfulness”) melalui musik.

Pandemi Covid-19 menjadikan tiap orang harus menjaga jarak (social distancing). Situasi ini memaksa orang memanfaatkan media untuk berinteraksi. Meski demikian, obrolan di WhatsApp, cuitan di Twitter, atau unggahan status di Facebook tak lagi cukup. Ada kebutuhan untuk membagikan pengalaman hidup secara utuh dan real time.

Banyak orang lalu tertarik menjadi penyiar (broadcaster). Istilahnya pun beragam: Video Streamer, Youtuber, podcaster, Instagramer, dan lain-lain. Fenomena ini memunculkan apa yang disebut dengan penyiaran warga (citizen broadcasting), dengan adagium: Everyone is a broadcaster. Siapa saja, di mana saja, kapan saja bisa siaran atau menyiarkan konten.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan