Patriotisme Natal Era Post Truth
Natal juga menjadi momen untuk merefleksikan kehadiran teknologi komunikasi yang terus saja melaju tak terkendali. Kebutuhan akan teknologi komunikasi modern itu sesuatu yang pasti, ada pandemi atau tidak ada pandemi.
Pada hari Natal, 25 Desember 1948, Romo Soegijapranata (1896-1963) tetap menjalankan tugasnya sebagai pemimpin umat Katolik. Dalam masa perang itu, saban hari siapa saja bisa mati terbunuh. Romo Soegija selalu diliputi perasaan harap-harap cemas. Dia menerima beberapa kabar buruk soal orang-orang yang terbantai.
Menurut catatan Anhar Gonggong dalam Mgr. Albertus Soegijapranata SJ: Antara Gereja dan Negara (2012), setelah Yogyakarta diduduki Belanda dan karena sulitnya perekonomian, Romo Soegija menganjurkan umat Katolik agar tidak bermewah-mewahan dalam merayakan Natal. Anjuran Romo Soegija tersebut merupakan intisari perayaan Natal yang sejalan dengan konteks masa perang itu.