logo Kompas.id
OpiniPeta Baru Timteng dan...
Iklan

Peta Baru Timteng dan Indonesia

Perubahan politik di Timur Tengah sangat berarti bagi Indonesia dan perlu terus mencermati dinamika perkembangannya, serta lebih aktif melobi negara-negara Arab agar tidak meninggalkan perjuangan bangsa Palestina.

Oleh
TRIAS KUNCAHYONO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/RrtajQf7hKQ7T6u5IAAchz-4YkQ=/1024x683/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2FSUDAN-US-DIPLOAMCY_91413730_1598403234.jpg
OFFICE OF SUDAN'S PRIME MINISTER/AFP

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo (kiri) memberi salam kepada Perdana Menteri Sudan Abdala Hamdok (kanan) di Khartoum, Sudan, Selasa (25/8/2020). Kunjungan Pompeo dilakukan dalam rangka membujuk negara-negara Arab melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.

Sejak Revolusi Musim Semi 2011, peta politik Timur Tengah terus berubah; dan akan terus berubah. Revolusi Musim Semi telah menyingkirkan para pemimpin kuat, otoriter di sejumlah negara Arab—Tunisia, Mesir, dan Libya—dan memunculkan pemimpin baru, walau di Mesir, misalnya, bisa dikatakan ”tidak berubah”, ibarat kata ”anggur lama botol baru.” Sementara Libya masih terus bergolak, sama seperti Suriah. Beberapa negara Arab lainnya berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan, seperti Arab Saudi, Jordania, dan negara-negara Arab Teluk.

Perubahan peta politik besar terakhir adalah terbangunnya hubungan diplomatik Israel dengan Uni Emirat Arab (Agustus), lalu dengan Bahrain (September), dan terakhir dengan Sudan (Oktober). Dalam waktu relatif pendek, tiga negara Arab berdamai dengan Israel. Tentu, masing-masing dengan alasan sendiri-sendiri sesuai kepentingan nasionalnya.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan