Epilog
Misi Kejujuran pada Tubuh
Realitas yang kita pindai sehari-hari tak lebih dari kebobrokan dan kepalsuan belaka. Oleh sebab itu jika hendak menemukan kebenaran hakiki, tubuh harus melintasi kerak-kerak jiwa untuk menemukan gumpalan instingtif.

Putu Fajar Arcana, wartawan Kompas
Andaikan Antonin Artaud tidak melihat pertunjukan drama tari calon arang dari Bali saat Exposition Coloniale Internationale di Paris tahun 1931, teori tentang teater kekejaman mungkin tidak lahir. Teori ini seolah mendaraskan bahwa kebenaran sejati berada jauh di kedalaman jiwa manusia. Realitas yang kita pindai sehari-hari tak lebih dari kebobrokan dan kepalsuan belaka. Oleh sebab itu jika hendak menemukan kebenaran hakiki, maka tubuh harus melintasi kerak-kerak jiwa untuk menemukan gumpalan instingtif yang mengandung ”kesucian”.
Maka dalam pentas-pentas Artaud, tubuh-tubuh aktor dibiarkan secara ”liar” bergerak, merintih, dan mengeluarkan ”mantra-mantra” sebagaimana sering kali kita saksikan dalam fenomena kesurupan. Boneka-boneka besar dan aneh yang selalu hadir di panggung bisa ditafsir sebagai realitas palsu yang mengelilingi hidup manusia.