logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊTata Ruang dan UU Cipta Kerja
Iklan

Tata Ruang dan UU Cipta Kerja

Jika daya dukung lingkungan (DDL) dan daya tampung lingkungan (DTL) dalam rencana tata ruang masih bersifat semu, sulit untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.

Oleh
SUDAHRTO P HADI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/lbDm9eXzfGKB3ZEI5Jgl1cg97yo=/1024x627/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F02%2Fkompas_tark_26531779_83_0.jpeg
Kompas

Pengerukan Lahan Perbukitan - Sebuah alat berat untuk mengeruk lahan perbukitan di Lingkar Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, untuk dijadikan kawasan perumahan, Rabu (12/10/2016). Meski melalui perijinan dan mengantongi amdal, perambahan kawasan perbukitan tetap perlu mewaspadai dampak perubahan lingkungan, seperti fakta air hingga bencana.

Pro dan kontra terhadap Undang-Undang Cipta Kerja masih terus berlanjut, termasuk yang terkait dengan klaster lingkungan. Pandangan kontra yang berkaitan dengan klaster lingkungan sekitar pada penghapusankanya izin lingkungan, terbatasnya peran dan masyarakat, laporan Komisi Penilai Amdal, tertutupnya gugatan kerusakan lingkungan dan jenis-jenis sanksi administrasi.

Ada hal kritis yang luput dari perhatian namun berpotensi menimbulkan implikasi lingkungan yang besar, dengan adanya ketentuan perizinan berusaha yang berbasis kesesuaian ruang. Dalam Pasal 13 UU Cipta Kerja disebutkan bahwa penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan